Minggu, 04 Desember 2011

Doly Syamsudin, Mengumpulkan Rupiah dari Buku Tua

Jakarta - Apa yang Anda bayangkan dari sebuah buku tua? Mungkin Anda membayangkan lembar yang menguning, kertas yang berbau demikian khas, dan usang. Tapi bukan berarti yang tua tak bermakna lagi. Bagi Doly Syamsudin misalnya, buku tua adalah sumber uang dalam hidupnya.

Doly sudah 10 tahun ini menjalankan usaha jual beli buku tua. Dia memang tidak merintis usaha ini sendiri, melainkan melanjutkan usaha sang ayah yang dikelola sejak zaman Gubernur DKI Ali Sadikin. Dari usaha jual beli buku tua, Doly bahkan sanggup membangun dua unit rumah.

"Buat saya ini menguntungkan. Kalau nggak untung ya mana mau saya usaha begini. Seenggaknya bisa bangun dua rumah," ujar Doly saat dijumpai detikcom di arena Indonesia Book Fair di Istora Senayan, Jakarta, Jumat (25/11/2011).

Bagi Doly, ada kesenangan tersendiri manakala dirinya membeli dan menjual kembali buku tua yang langka. Rasa senang yang tidak bisa dilukiskan dengan tepat. Yang jelas, dia sangat menikmati pekerjaannya ini.

Alumnus Jurnalistik IISIP ini menuturkan, terkadang dia berkeliling ke berbagai daerah seperti Yogyakarta dan Solo untuk burburu buku langka. Buku tua dagangannya terkadang diperoleh dari keluarga kolektor yang menjual buku tersebut. Karena itu Doly juga rajin menyebar kartu nama sembari berharap ada kolektor buku langka yang tertarik menjual bukunya.

"Buku langka itu harganya bisa tergantung kita sebagai penjual. Tidak ada patokan. Ini yang beda dengan menjuak buku baru yang ada patokannya," terang Doly.

Dia menjelaskan, buku yang semakin tua belum pasti semakin mahal. Biasanya buku tua yang mahal adalah buku yang banyak peminatnya. Buku tua tentang budaya Indonesia yang ditulis pada zaman Belanda menjajah RI, misalnya, adalah salah satu jenis buku tua yang bisa dijual dengan harga mahal.

"Harganya macam-macam. Ada yang Rp 100 ribu, Rp 1 juta dan bahkan Rp 5 juta. Buku paling mahal yang pernah saya jual adalah buku tentang empah-rempah di Indonesia yang ditulis pada sekitar 1746 oleh Georgius E Rumphius. Saya jual Rp 50 juta," tutur ayah 2 anak ini.

Siapa saja pembeli buku tua itu? Ya, pembelinya memang kalangan tertentu saja. Sebab tidak semua orang tertarik dengan buku tua. Biasanya peneliti, akademisi atau kolektor bukulah yang menjadi konsumen pedagang buku tua. Bagi kolektor, mengoleksi buku langka adalah bagian dari gaya hidup dan kebanggaan.

"Salah satu yang jadi langganan saya adalah Fadli Zon. Ternyata dia senang sama buku tua. Lalu Universitas Kyoto Jepang juga beberapa kali memesan buku-buku tentang busaya Indonesia," terang Doly.

Pria kelahiran tahun 1976 ini kerap membaca buku tua yang dijualnya. Bahkan dia juga mengoleksi beberapa buku langka di rumahnya seperti Babad Mataram dan Pararaton.

"Orang yang nggak ngerti, buku tua seperti ini hanya dilihat sebagai buku bekas. Berbeda dengan orang yang mengerti, mereka tahu itu nilainya tinggi selain karena memang buku itu kan menyimpan pengetahuan dan wawasan," ucapnya.

Doly lantas memberikan tips menyimpan buku tua. Menurutnya, buku tua jangan disimpan ditempat lembab karena akan mudah berjamur. "Lalu disemprot dengan gas tertentu untuk mematikan kutu yang makan buku. Lalu simpan di rak kaca," ujar Doly.

Bagi yang memahami, buku merupakan sumber harta yang tak ternilai harganya. Jika uang bisa habis dan harta bisa lenyap, maka tidak demikian dengan pengetahuan. Sampai kapanpun, buku adalah gudang ilmu dan membaca adalah kuncinya, tidak peduli setua apapun bukunya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar